Puisi-puisi ini diterjemahkan oleh Katrin Bandel, seorang kritikus sastra dan penulis buku. Menyelesaikan doktor dalam bidang Sastra Indonesia di Universitas Hamburg, Jerman. Tulisannya telah dipublikasikan dalam berbagai media di Indonesia. Saat ini menetap di Yogyakarta dan mengajar program magister (S2) Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Puisi ini diterjemahkan dan disebarkan untuk tujuan pendidikan (non-commercial use).
Ketidaktundukan Sebagai Keutamaan Kami adalah yang tidak tunduk pandanglah kami dan berputus asalah sebab kami bertahan melewati batas sejarah, waktu, dan memori kami selalu ada. Kami adalah kehausan tak terpuaskan akan keadilan tubuh-tubuh tidak terbengkokkan lidah yang tak bisa dikekang dan mata yang tak akan pernah terbutakan. Kami adalah anak tangga yang membuatmu tersandung di malam hari mimpi buruk yang membangunkanmu tapi gagal kau ingat gumpalan di bawah bukit bergulir yang mengingatkanmu akan apa yang dikuburkan di situ. Kami adalah yang tidak tunduk. Kami bersaksi dan memberi kesaksian. Kami tetap mencintai di tengah kebohongan kalian, yang menganggap kami tak berharga Kami bertahan meski disuruh bersembunyi. Ya, kami adalah yang tidak tunduk yang menolak mati sebab tubuh tanpa penghormatan terakhir tak akan pernah diam di kuburnya kami adalah hantu mereka yang tak pernah dikabung dan ruh mereka yang tak pernah ditangisi. Kami adalah pengkhianat pertama terhadap tiran yang tak kenal lelah Kami adalah Muhammad Kami adalah Malcolm Kami adalah Musa dan Assata Kami Toussaint dan Bhashani Kami Rosa dan Rabbani Kami adalah yang tidak tunduk. Pengungkap kebenaran dengan lidah berapi Pencari ilmu yang membuatmu murka Mulut-mulut yang selalu basah dengan doa tulus. Kami adalah jantung yang berdebar demi kebenaran bukan seperti burung yang mengibaskan sayapnya di dalam sangkar tapi seperti bumi dalam goncangan terakhirnya seperti gunung yang hancur menjadi debu Kami membongkar, menumbangkan, membuka yang tersembunyi. Kami adalah yang tidak tunduk dan kami datang bukan untuk menuntut apa yang menjadi milikmu tapi untuk menuntut apa yang, sudah sejak dulu, menjadi milik kami sendiri: kemanusiaan kami. Tapi bukan—sejatinya kami bukan menuntut sebab kemanusiaan itu sudah senantiasa ada pada kami dan maklumat kami akan hal itu adalah penistaan yang kalian jadikan dalih untuk membakar kami. Tapi ada alasan mengapa bermain api itu berbahaya sebab lidah api tak akan terikat hanya pada kehendakmu kalau kalian bakar tubuh-tubuh kami di pagi hari api akan menjilat tumit kalian sendiri di malam hari sesudahnya. Maka, apa kalian merasa aman? Kalau kami terikat bukan oleh hukum, tapi oleh keadilan? Setia bukan pada tanda pena di atas kertas, tapi pada kebenaran? Kami tidak tertaklukkan dan tidak bisa diatur sebab kalian bebas saja mengambil apa yang kalian kehendaki kalau apa yang kalian kehendaki memang hanya itu, yaitu mengambil. Kami adalah ketakutan terbesarmu: kami tak kenal takut dan tak kenal setia bahkan pada nyawa kami sendiri sekalipun. Maka tidak ada kesempatan tawar-menawar sebab disrupsi adalah satu-satunya keamanan kami di dunia ini, yang beranggapan bahwa cara menjamin keamanan adalah dengan menindas kami - atas dasar apa otoritas semacam itu minta dipatuhi? Tidak; kami adalah yang tidak tunduk yang menolak untuk tahu diri kami tidak terpecahkan, fakir, dan kuat kami adalah Kami sebuah kesatuan, sebuah komunitas, sebuah asas, melampaui sekadar lokasi. Kami adalah yang tidak tunduk. Kami berterus-terang mengungkap ketelanjangan sang raja dan tidak berlutut di hadapan ratu kami menghancurkan berhala menentang Firaun membolak-balikkan susunan dunia kami tidak akan menjual jiwa kami hanya untuk diabadikan di aula suci kami tidak bisa dicegah bergerak. Kami adalah yang tidak tunduk kami melampaui batas tumpah dan angkat bicara. Kami tidak terkotakkan, tak bisa dimanfaatkan, tak terpahami tidak menyenangkan tidak berkompromi. Wahai para Firaun Ozymandias dunia ini sungguhkah kalian mengira kalian raja dari segala raja? Betapa cepatnya kalian lupa. Tak ada yang bertahan melewati pudarnya matahari di waktu maghrib selain cahaya kebenaran. Menjadi Besar 1. apa artinya hidup aman? apa artinya merasa benar-benar aman? sensasinya seperti apa di tubuh kita? apakah artinya bebas berjalan tanpa tujuan di tengah malam? apakah artinya bebas berjalan tanpa tujuan di siang hari? apakah artinya duduk dengan kaki dibuka lebar di kereta api? bagaimana rasanya menjadi begitu besar hingga kita aman? bagaimana rasanya menjadi gelap dan besar dan aman? hadir dalam kebesaran mengambil ruang menjadi besar melampaui nama-nama yang ditinggalkan laki-laki untuk kita cukup besar hingga orang kulit putih tak menghancurkan nama-nama itu dalam mulut mereka menjadi besar melampaui perbatasan tumpah ruah di laut di tanah di laut terlalu besar untuk penjara terlalu besar untuk tahanan begitu besar hingga peluru terpental begitu besar hingga mereka tak bisa mendeportasi kita terlalu besar untuk bencana alam puting beliung dan tsunami besar seperti superpower besar seperti buldoser penggusur yang datang untuk mendobrak pintu rumahmu besar seperti menutup pintu bagi polisi anti huru-hara besar seperti mimpi anak kecil cukup besar untuk membalikkan arah orbit bumi cukup besar untuk menggeser pegunungan kembali ke bawah laut begitu besar hingga tak pernah ada yang mencuri tanah dari kita begitu besar hingga kita tak memikirkan tanah sebagai milik kita begitu besar hingga kita menjadi tanah itu tanah itu adalah kita dan tak ada tanah atau kita yang ada hanya kau dan aku dan kita dan kita dan kita begitu besar hingga aku adalah kau hingga aku tak bisa menyakitimu karena sakitmu adalah sakitku begitu besar hingga kita diterima begitu besar hingga kita menjadi penerimaan itu sendiri begitu besar hingga mereka tak bisa mereduksi kita menjadi di sini atau di sana atau di-antara begitu besar hingga kita tak tenggelam kali ini begitu besar hingga kita diam tanpa bergerak begitu besar hingga mereka tak bisa mengusir kita hingga tak ada dalamnya atau luarnya, hanya ada bulat dan bulat dan bulat begitu besar hingga kita menjadi sebuah semesta begitu besar hingga kita berarti begitu besar hingga saat kita menangis dunia ini berakhir begitu besar hingga saat kita menangis dunia ini berakhir 2. tapi bagaimana dengan besar yang justru keterlaluan? besar seperti kalau satu-satunya cara aku tahu kau besar adalah karena ada orang lain yang tetap kecil besar seperti membuat orang lain merasa kecil besar seperti tidak adil seperti ekspansi berlebihan seperti itu sebetulnya ruang milik orang lain besar seperti imperium seperti penjajahan seperti bahaya seperti bunga mekar yang bukan bunga tapi pohon bukan pohon tapi hutan bukan hutan tapi api yang membakar hutan besar seperti api yang menjalar turun dari gunung besar seperti gunung yang hancur menjadi debu seperti yaumul qiyamah seperti kebinasaan seperti dia tak bisa bernapas, berhentilah, dia tak bisa bernapas, apa kau tak lihat dia tak bisa bernapas - besar seperti anak laki-laki besar anak laki-laki besar tidak menangis anak laki-laki besar menyakiti dan menyakiti dan menyakiti besar seperti kekerasan bukan kata itu, tapi apa yang digambarkannya bukan waktu yang dihabiskan peluru dari saat meninggalkan bedil sampai menembus lehermu tapi besar seperti waktu yang dibutuhkan untuk mencerna besar seperti duka seperti genosida seperti memotong pembicaraan kita seperti menghapus kita seperti tak ada yang mendengarkan seperti kau sekadar dianggap suara latar belakang 3. tapi mengapa kita takut menjadi kecil? kita ingin menjadi begitu besar begitu besar begitu besar begitu besar begitu besar mengapa kita takut menjadi tak berarti? takut tak punya pengaruh? menjadi begitu kecil hingga kita tak dilihat menjadi begitu kecil hingga kita perlu saling mengandalkan begitu kecil hingga seorang diri kita bukan apa-apa mengapa kita takut menjadi bukan apa-apa?
Catatan: Judul puisi pertama diambil dari buku Asim Qureshi dengan judul yang sama, A Virtue of Disobedience. Nama-nama yang disebut dalam puisi ini merujuk pada: Nabi Muhammad (saw), Malcolm X, Nabi Musa (as), Assata Shakur (seorang revolusioner kulit hitam), Toussaint Louverture (pemimpin revolusi Haiti), Maulana Bhashani (pemimpin gerakan resistensi anti-kolonial di wilayah yang sekarang menjadi negara Bangladesh), Rosa Parks (aktivis kulit hitam), Mohammed Rabbani (aktivis dan pemimpin).
Ilustrasi: David and Goliat, safialatif.com