DONASI

Menilik Sastra dan Sejarah Indonesia

Membaca tulisan karya Henri Chambert-Loir dalam 13 karangan dengan judul “Sastra dan Sejarah Indonesia; Tiga Belas Karangan” (Gramedia: 2018, Cet.1) seakan kita diajak untuk mengungkap...

LEMBAR | WEDNESDAY, 23 JANUARY 2019 | 20:31 WIB

Membaca tulisan karya Henri Chambert-Loir dalam 13 karangan dengan judul “Sastra dan Sejarah Indonesia; Tiga Belas Karangan” (Gramedia: 2018, Cet.1) seakan kita diajak untuk mengungkap realitas kehidupan sosial, budaya, politik, ekonomi, dan agama dalam bingkai kesusasteraan. Bagi pemerhati, peneliti studi Islam Indonesia atau Islam Nusantara, tentu saja tidak sedikit akan menemui informasi berlimpah, data yang kaya, dan analisis yang baru. Tebal buku ini sekira 300an halaman.

Hendri Chambert-Loir, “Sastra dan Sejarah Indonesia: Tiga Belas Karangan”

Ke-13 tulisan Henri sepertinya merupakan artikel lama yang sudah terbit di beberapa jurnal internasional bereputasi, seperti Archipel. Sekalipun, ada tulisan karya bersama orang lain dan kemungkinan terdapat sedikit tambahan karena merupakan hasil terjemahan dari bahasa Perancis maupun tambahan data baru karena ingin diterbitkan ulang. Beberapa topiknya tentang sastra itu merupakan hasil kajian novel. Juga ada tentang isu gender, arkeologi, filologi, dan seterusnya.

Salah satu tulisan yg menarik bagi saya, yakni tentang masjid atau langgar tinggi di kampung Pekojan, Jakarta.

Salah satu tulisan yg menarik bagi saya, yakni tentang masjid atau langgar tinggi di kampung Pekojan, Jakarta. Dari data yang sementara saya baca, Henri merasa kesulitan mencari bangunan-bangunan kuno sejak abad ke-17, seperti masjid tua, Namun, ternyata bangun langgar tinggi tersebut senyatanya masih berdiri kukuh di Pekojan. Bahasan langgar tinggi ini pun juga kurang mendalam, Namun, dengan gaya etnografinya yang asik sungguh jadi menambah informasi yang mengena dan menarik untuk dibaca. Dari sisi arsitektur, langgar ini ada kaitannya dengan unsur Eropa, India, dan Jawa. Seakan ada pesan bahwa langgar itu sudah multikultural seperti tampil kajian saat ini.

Tulisan lain yang menarik lagi yakni ihwal analisis tentang novel “Pulang” karya Leila Chudlori. Bahkan ada bahasan yang menantang kita semua yakni ihwal ulasan berkait Hadiah Sastra Nobel yang tidak pernah diraih orang Indonesia. Semoga suatu saat saya bisa lain tempat mengulas lagi karangan-karangan lain dalam buku karya orang Perancis yang lama studi di Indonesia ini.

 

“Sastra” Untuk Studi Islam Indonesia

Selain itu, “ensiklopedia Sastra” ini, sebut saja begitu, dapat menjadi pintu masuk studi Islam interdisipliner. Beberapa tokoh, karya novel, dan istilah-istilah yang selama ini dikenal bukan kelompok sastra ternyata juga dipandang sebagai karya sastra. Atau dalam pikiran umum, kadang apa yang terasa jauh dan tidak bersentuhan dengan sastra, padahal itu sebenarnya mungkin juga bagian dari susastra dalam pandangan penulis.

Di antara tokoh dalam ensiklopedia sastra itu misalnya disebutkan seperti Nuruddin ar-Raniri. Nama lengkapnya, Nuruddin ar-Raniri bin Ali bin Muhammad Hamid al-Quraisyi asy-Syafii. Nama ulama’ abad 17 yang sekarang menjadi nama Universitas Islam Negeri (UIN) di di Aceh ini dikenal sebagai sufi yang menulis berbagai karya monumental, antara lain “Bustanus Salatin fi Dhikr al-Awwalin wal-Akhirin”. Tokoh ini dikenal sekitar abad ke-17.

Juga misalnya karya novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar. Sebagai sebuah novel pertama era Angkatan Balai Pustaka, ia mengisahkan ihwal perkawinan yang tidak dikehendaki oleh kedua pasangan.

Juga misalnya karya novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar. Sebagai sebuah novel pertama era Angkatan Balai Pustaka, ia mengisahkan ihwal perkawinan yang tidak dikehendaki oleh kedua pasangan. Pernikahan yang mestinya menjadi pintu surga bagi keluarga justeru menjadi pintu neraka, alias pintu menuju azab dan sengsara.

Terakhir juga terdapat istilah-istilah dalam ensiklopedia sastra ini yang selama ini kurang dianggap sebagai bagian penting untuk riset studi Islam. Babad misalnya. Kita sering mendengar dan membaca Babad Tanah Jawa, Babad Cirebon, Babad Demak, dan seterusnya. Kesan selama ini, Babad itu fiksi dan jarang digunakan sebagai sumber riset di lingkungan perguruan tinggi khususnya Islam, kecuali jurusan sejarah kebudayaan Islam semata. Seperti dijelaskan dalam ensiklopedia sastra ini bahwa Babad adalah teks historis geneologis dengan unsur-unsur kesusasteraan, sehingga bukan kebetulan secara etimologis memang berkait dengan sejarah dan sastra (hlm. 89).

Mari kita memulai kajian (atau riset studi Islam) dengan merambah ke dunia sastra, tanpa harus mengubah jati diri keilmuan yang sudah digeluti. Karena bisa jadi dengan keragaman studi itulah akan memunculkan banyak pendekatan interdisipliner yang semakin menarik dan unik dengan aneka ragam temuannya.

 

~Semoga bermanfaat.

613

Ayus Mahrus El Mawa

Wakil Ketua LP Maarif NU Pusat, Koordinator Diklat Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), dan Sekretaris IKASUKA Jabodetabek. Selain itu Ayus Mahrus juga menjabat sebagai KASI Penelitian dan HKI Dit. PTKI Kemenag RI.

Comments are closed.