Menonton film Monisme di Festival film terbesar di Indonesia, Jogja-Netpac Asian Film Festival 2023 (JAFF 18th) yang dihadiri lebih dari 20.000 penonton dan Forum Film Dokumenter (@ffdjogja) tahun 2023 di Jogjakarta, tidak pernah terpikir sebelumnya oleh penulis akan mendapatkan sensasi menonton film yang berbeda dari biasanya.
Ulasan film Monisme sendiri sebenarnya sudah banyak kita temukan di berbagai platfom media. Namun demikian, penulis merasa perlu menambahkan beberapa hal, karena masih ada unsur menarik lainnya yang bisa dielaborasi lebih mendalam dari film ini. Menurut penulis, sebagai film hasil karya anak bangsa Indonesia Monisme telah berhasil mendapatkan banyak apresiasi salah satunya dari mengikuti kompetisi di kategori Kompetisi Panjang Internasional di Festival Film Dokumenter 2023. Film yang disutradarai oleh Riar Rizaldi ini, adalah satu-satunya film Indonesia yang masuk dalam sesi “Main competition section”, ( kompetisi utama).
Film Monisme telah mengikuti perjalanan kompetisi panjang di berbagai festival film Internasional di banyak negara, antara lain; Adelaide Film Festival @adlfilmfest, Bucharest International Experimental Film Festival, dan memenangkan Best Feature Film Award @bieff2023, Festival Film Perancis @fidmarseille, UK Festival Film , Open City Documentary Festival@opencitydocs di London, Black Canvas Contemporary Film Festival di kota Mexico @blackcanvasfest, Sao Paulo International Film Festival@mostrasp47th, dan masih terus diputar di manca negara yang lainnya sampai saat ini (2024).
Menariknya menonton film festival adalah adanya kesempatan untuk berdialog dengan kru produksi filmnya, yang digelar setelah menonton film tersebut. Dalam forum itu, beberapa pertanyaan diajukan oleh penonton dalam konteks memahami cerita. Penonton mengalami kesulitan dalam menangkap cerita antara batas cerita fiksi yang berdasarkan imajinasi dengan fakta nyata seperti dalam konteks film dokumenter yang menyajikan kejadian kehidupan yang sesungguhnya tentang manusia, tema atau topik tertentu.
Menurut pengalaman penulis, menonton film Monisme sejak awal mengalami sensasi ketegangan yang bisa meningkatkan hormon adrenalin. Seperti sensasi menonton film Batman- “The Dark Knight Rises” di awal cerita yang menyuguhkan penculikan dan pembajakan pesawat yang mematahkan badan pesawatnya satu per satu di atas udara.
Di awal cerita film Monisme menampilkan sisi kekerasan yang menonjol seperti adegan kekerasan fisik yang brutal dan di cerita selanjutnya menggambarkan adegan pemerkosaan yang dilakukan oleh sekelompok paramiliter yang hidup di seputar kaki Gunung Merapi yang mencari penghidupan dan keuntungan di situ. Adegan ini digambarkan sangat jahat atau pure evil. Menurut produser film Monisme, B.M Anggana mengatakan bahwa film bukanlah hal yang suci-suci amat. Dalam film Monisme kekerasan memang digambarkan secara keras dan gamblang. Karena jika kejahatan tersebut digambarkan dengan subtil, narasi yang akan disampaikan tidak akan sampai.
Menurut produser film Monisme, B.M Anggana mengatakan bahwa film bukanlah hal yang suci-suci amat. Dalam film Monisme kekerasan memang digambarkan secara keras dan gamblang. Karena jika kejahatan tersebut digambarkan dengan subtil, narasi yang akan disampaikan tidak akan sampai.
Diciptakannya adegan kekerasan brutal yang memuncak di tahap permulaan cerita yang dibuat dengan hiperbola itu berhasil membawa suasana mencekam yang memicu emosi penonton dan larut untuk terus mengikuti alur cerita selanjutnya. Walaupun di dalam proses penelitian di lapangan yang sebenarnya, menurut B.M Anggana, mengatakan tidak ada keterlibatan perempuan.
Dalam diskusi membahas Monisme dengan penonton, B.M Anggana mengatakan memang tidak dimaksudkan membuat sekat antara film fiksi dan dokumenter dan dibiarkan bermain di wilayah bias. Kekerasan yang ditampilkan di film tersebut menurutnya bisa dijadikan semacam refleksi bersama, mengingat kenyataan tentang kekerasan juga bisa terjadi di masyarakat. Adegan pemerkosaan tersebut ingin memberikan gambaran bahwa adanya represi brutal terhadap eksistensi perempuan di lapangan.
Tentang film Monisme, Riar Rizaldi mengatakan kepada penulis sebagia berikut: ” Ide awalnya, karena kami semua yg terlibat dalam film hidup dekat dengan Gunung Merapi, baik yg memang lahir dan besar di sana maupun yang pendatang (seperti saya) dan hidup di sana”.
Film Monisme sendiri dalam proses pembuatannya sudah dimulai sejak 2018 dalam pengumpulan datanya di lapangan. Pembuatan konsep film panjang tentang Gunung Merapi baru dilakukan di tahun 2020, yang memotret Gunung Merapi sebagai protagonis dengan menghadirkan cara pandang dari sisi sains, ekonomi (mata pencaharian) dan spiritualisme secara utuh di areanya. Pengumpulan data yang bersifat sains didapat dari Yulianto pengawas Gunung Merapi di Pos Babadan di Magelang-Jawa Tengah, dan lokasi penambangan pasir di Sleman. Pelibatan grup Jatilan sendiri menurut B.M Anggana muncul belakangan dan digunakan untuk ditautkan dengan kehidupan spiritualisme yang diyakini oleh masyarakat yang tinggal di seputar kaki Gunung Merapi.
Di perhelatan JAFF18, Monisme akhirnya diputar di tempat asal film ini dilahirkan dan memenangkan penghargaan Golden Hanoman Award, dengan mendapatkan apresiasi dari para juri yang beranggotakan : Kristy Matheson, Mandy Maharimin dan Park Ki Yong. Berikut adalah kutipan pendapat dari para juri tersebut:
“Monisme is an incredibly assured feature debute. The jury was unanimous in our appreciation of the film; in particular, we admired the bold experimentation and the bravery of its movement between genres and different types of footage. Monisme is a complex story that can only be told through the medium of cinema and heralds a very exciting cinematic voice in contemporary cinema”.
(Monisme adalah sebuah karya debut film panjang yang sangat menjanjikan. Para juri sepakat dalam mengapresiasi film tersebut, pada khususnya, kami mengagumi keberaniannya dalam bereksperimen dan dalam menggerakkan antara genre-genre dan jenis-jenis footage yang berbeda. Monisme adalah sebuah cerita yang kompleks yang hanya bisa dituturkan melalui medium sinema, dan dapat menyuarakan gagasan sinematik yang sangat menarik di ranah sinema kontemporer).
Monisme menyajikan tiga cerita yang merepresentasikan tiga sudut pandang dalam melihat Gunung Merapi seperti yang dikatakan oleh Riar, yaitu dari sains , ekonomi dan spiritual. Semua tokoh utamanya diperankan oleh Rendra Bagus Pamungkas. Rendra Bagus Pamungkas berperan sebagai seorang ilmuwan (geolog) yang sedang meneliti perkembangan aktivitas Gunung Merapi. Dari sudut pandang sisi ekonomi Rendra Bagus Pamungkas memerankan seorang penambang pasir yang mengalami problem seputar penambangan di wilayah Gunung Merapi, dan dari sisi spiritual memerankan tokoh mistik yang menggunakan medium Jathilan (seni Kuda Kepang) dalam mengekspresikan kegiatan spiritualnya yang sudah menjadi bagian dari kehidupan yang bersifat naluriah dan melekat pada kepercayaan masyarakat di wilayah kaki Gunung Merapi.
Karakter- karakter itu mewakili tiga sudut pandang tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan alam yang direpresentasikan oleh Gunung Merapi. Relasi hidup manusia dalam tiga peran itu selalu berhadap-hadapan dengan otoritas pemerintah dalam memperlakukan Gunung Merapi. Otoritas ini diwujudkan dalam bentuk paramiliter yang diperankan tetap oleh Whanidarmawan dan kawan-kawan. Penggarapan jalinan ceritanya berhasil ditampilkan mengaduk emosi penonton di keseluruhan cerita. Sebuah eksperimen sangat berani dalam menerabas alur “pakem”. Memberikan pengalaman pembebasan berimajinasi kepada penonton untuk menikmati alur film di luar kebiasaan. Alur yang kaitannya tidak bisa dinalar dengan jelas membawa emosi penonton pada wilayah perbatasan remang-remang yang menegangkan.
Film Monisme berhasil menjadi film eksperimental hybrid. Para juri Hanoman Award memujinya dalam hal keberaniannya mencangkokkan genre- genre dan bermacam jenis footage yg berbeda. Namun demikian, kepada penulis Riar mengatakan bahwa Monisme bukanlah sebuah genre baru. Kenyataan jalinan cerita dalam film Monisme bisa mengaduk emosi penonton, memang dikatakan oleh Riar bahwa menurutnya film itu bukan cuma cerita tapi juga perasaan dan pengalaman. “Jadi saya lebih fokus ke dua hal itu dibandingkan ceritanya”, begitu katanya melengkapi.
Film panjang eksperimental garapan Riar Rizaldi yang menghasilkan banyak apresiasi ini bisa menjadi sajian menarik karena memang diramu oleh Riar yang praktik artistiknya menurut ulasan dari Forum Film Dokumenter adalah banyak berfokus pada hubungan antara modal dan teknologi, tenaga kerja dan alam, pandangan dunia, genre sinema, dan potensi fiksi teoretis. Penggarapan pada cerita fiksi dan dokumenter dalam Monisme ini adalah hasil kepiawaian Riar dalam meramu dan menuangkan semua bidang artistiknya tersebut.
Ditilik dari filsafat “Monisme” menurut filsuf Belanda Baruch Spinoza dalam ulasan Morris tentang film Monisme, mengatakan bahwa dunia terdiri dari substansi yang tunggal, dan substansi itu adalalah Tuhan. Kecuali Tuhan seperti yang dituliskan di risalah Etik-nya Spinoza, tidak ada substansi lain atau sesuatu yg dapat dikandung.
Menarik filsafat ini dengan acuan adanya singularitas sebagai pusat dari semuanya, maka film Monisme karya Riar bisa diparalelkan dengan ide Riar yang mengatakan bahwa Monisme dibikin dengan konsep semua hal menjadi satu. Dalam artian dunia di Monisme melebur tidak mengikuti logika film narasi fiksi ataupun dokumenter, di mana karakter itu jelas siapa pemerannya dan apa subyeknya. Dan yang utamanya kecuali Gunung Merapi sebagai peran utama, karakter itu bisa diperankan oleh siapa saja. Yang paling penting, setiap karakter ini merepresentasikan cara pikir mereka terhadap Gunung Merapi.
Pandangan singularitas Riar dalam filmnya Monisme ini yang menjadikan Gunung Merapi sebagai pusat segalanya dari semua yang berhubungan dengan Gunung Merapi, sudah dinarasikan sejak awal cerita. ”Merapi bukan hanya sekedar bentuk fisik, konsep waktu dan peristiwa yg kita alami sehari-hari semuanya berdasarkan dari perhitungan kapan Merapi erupsi”.
Ditilik dari sisi konsep waktu dan peristiwa yang mengiringinya, Gunung Merapi yg merepresentasikan alam tempat hidup manusia selalu berhadapan dengan semua kepentingan manusia yg hidup di sekelilingnya. Perjalanan waktu telah membawa evolusi kehidupan manusia dari jaman pemburu pengumpul sejak 100-150 tahun yang lalu hingga mencapai abad digital di abad 21, telah menunjukkan bahwa manusia masih gagap dalam menyesuaikan diri dengan perubahan jaman. Mulai dari masa pertanian, revolusi industri, revolusi pengetahuan ilmiah hingga mengalami kemajuan sains dan teknologi dalam bentuk revolusi kembar digital di bidang teknologi biologi dan teknologi informasi. Lompatan kognitif ini selalu membuat manusia masih gagap dalam menghadapinya sehubungan dengan memepertahankan keberlangsungan hidupnya di bumi. Hubungan manusia dengan alam telah mengalami perubahan drastis dimana manusia tidak lagi merawat ekosistemnya untuk menopang kehidupannya, tapi justru memperlakukan alam cenderung mengekploitasi. Otoritas pemerintah disini sebenarnya diperlukan berperan sebagai pihak stakeholder pengontrolnya, tetapi praktiknya di lapangan justru memprihatinkan. Kasus yang digambarkan oleh penambang dalam cerita di Monisme ini bisa berbicara tentang hal tersebut.
Hubungan manusia dengan alam telah mengalami perubahan drastis dimana manusia tidak lagi merawat ekosistemnya untuk menopang kehidupannya, tapi justru memperlakukan alam cenderung mengekploitasi. Otoritas pemerintah disini sebenarnya diperlukan berperan sebagai pihak stakeholder pengontrolnya, tetapi praktiknya di lapangan justru memprihatinkan. Kasus yang digambarkan oleh penambang dalam cerita di Monisme ini bisa berbicara tentang hal tersebut.
Kemajuan sains dan teknologi di bidang komunikasi dengan adanya Artificial Intelligent perlu diwaspadaidalam memperburuk keadaan di ranah hubungan antara manusia dan alam. Kecenderungan eksploitatif dalam memenuhi tuntutan kemajuan jaman yang selalu berkembang dan membutuhkan sumber daya alam yang besar bisa menjadi ironis. Karena kemajuan yang pesat di bidang sains dan teknologi itu, justru menghadapkan manusia pada pertanyaan tentang kelanjutan ekistensinya di alam yang menghidupinya ketika tidak lagi bisa menopang. Hal ini berhubungan dengan populasi di dunia yang menurut Divisi Populasi PBB sudah mencapai 8 miliar pada 15 November 2022. Disinilah perlunya memikirkan manajemen global dalam mencukupi kebutuhan semua manusia yang terus berkembang dengan segala kebutuhannya, sementara alam yng menopangnya adalah tetap dan terbatas.
Seperti yang dikatakan Morris dalam ulasannya tentang film Monisme untuk FIDMarseille 2023, bahwa “..As the onset of Western rationalism and its imperial enterprise paved the way for a world neatly segmented into its material and spiritual constituents.Where God exists, He does so beyond the purview of the scientific method; where science thrives, similarly, folklore and intuition have little place.”
(Ketika serangan rasionalisme dan institusi bersifat imperialisme Barat sukses mengkotakkan dunia menjadi komponen material dan spiritual, dimana Tuhan ada, maka Tuhan berada di luar ruang lingkup metode sains; dimana sains tumbuh subur, kondisinya mirip, folklore dan intuisi juga mendapatkan ruang yang sempit).
Monismenya Riar yang menampilkan kompleksitas masalah yang dialami oleh manusia yang berkorelasi langsung dengan kondisi alam, membutuhkan kesadaran pada penggunaan kecerdasan emosi untuk meyeimbangkan pemikiran yang bersumber pada rasionalitas. Semua kemajuan manusia di bidang sains dan teknologi saat ini telah membawa manusia hidup lebih condong menggunakan kognitif dan merasionalkan semua aspek kehidupan untuk kemajuan. Penyeimbangan pemikiran dengan kesadaran dalam mengelola hidup bersama dengan manusia lain secara luas, perlu diperhatikan sehubungnan dengan perlakuan manusia kepada alam dalam mencukupi kebutuhannya.
Dunia sains, menurut Karlina Supeli, menerapkan cara berpikir yang sistematis dan bertopang pada pernyataan-pernyataan yang bisa diuji kepada setiap orang yang mau belajar metodenya. Sains menghindari subyektifitas dan bekerja secara obyektif. Dalam film Monime keberadaan sains dihadapkan pada otoritas yang menindas dimana menyiratkan bahwa segala sesuatu yang terukur belum bisa diterima sebagai cara hidup dalam masyarakat. Di film Monisme ketika berbicara dari sudut pandang sains maka ditunjukkan cara kerja geolog yang berhubungan dengan metodologi dan alat pengukur seperti seismograf. Ini menyimbolkan ciri kerja dari sains yang menerapkan metode dengan melakukan observasi data empiris secara obyektif dalam memecahkan masalah.
Sedangkan dari sisi sudut pandang spiritual, manusia yang mempraktekkan hidup mengandalkan intuisi dan keyakinan yang bergantung pada alam, saat ini juga mengalami persoalan ketika dunia berkembang pada ranah rasionalisme. Karena ketika sains yang tumbuh subur maka akan menhghasilkan hubungan yang tidak seimbang antara hidup yang bisa dirasionalisasi dan hidup yang berdasarkan keyakinan dan intuisi.
Menurut teori evolusi manusia yang mencapai seratus ribu sampai seratus limapuluh ribu tahun yang lalu, manusia sebagai species homo sapiens sudah beradaptasi dengan hidup bersama alam sejak masa pemburu pengumpul yang mengandalkan intuisi dan realitas subyektif manusia. Tidak menganggap realitas obyektif benar dan salah menjadi faktor utama yang dipertimbangkan dalam mengambil tindakan.
Sisi spiritualisme sebenernya bisa berhubungan dengan bentuk mitigasi bencana yang dimiliki oleh nenek moyang bangsa Indonesia, sebagai ilmu titen dalam bentuk meme. Metode yang digunakan sejak turun temurun dalam bentuk folklor yang bersifat takhayul bagi sains. Folklor dan ilmu titen memang datanya bersifat kepercayaan atau praktek tentang hal ikhwal yang ada dalam khayalan. Jathilan dalam film Monisme adalah bentuk folklor yang digunakan sebagai representasi spiritual yang di sini digambarkan mendapat tekanan dari otoritas yang menguasai Gunung Merapi.
Di kawasan Gunung Merapi pernah memiliki sosok Mbah Marijan yang melegenda dalam kesetiaannya mengabdi kepada Gunung Merapi. Mbah Maridjan adalah sosok spiritual yang hidupnya menjaga Gunung Merapi dari semua usaha manusia yang mencoba merusaknya. Mbah Maridjan dan para leluhur sebelumnya yang tinggal di kaki Gunung Merapi membuat sistem mitigasi bencana dalam menjaga Merapi dari pengrusakan manusia dengan menciptakan mitos adanya Eyang Merapi yang marah, dan perlunya memberi penghormatan kepada Merapi.
Mbah Maridjan juga berani menentang otoritas pemerintah terhadap Gunung Merapi ketika wilayah Merapi dikeruk pasirnya dengan alat berat atau begho (eskavator), yang baginya ini adalah bentuk eksploitasi terhadap alam Gunung Merapi secara berlebihan. Di tahun 2006, Mbah Maridjan sempat menghimbau kepada para Bupati Sleman, Magelang, Boyolali dan Klaten untuk mengusir bekho-bekho (ekskavator) yang mengeruk pasir Gunung Merapi dan mengatakan bahwa yang akan ikut datang adalah awan panas jika tidak mengusir bekho-bekho itu. Mbah Maridjan mengatakan bahwa Gunung Merapi tidak akan merusak manusia selama manusia tidak merusak sekitar Gunung Merapi. Menurutnya menggunakan alat berat bekho adalah sebagai pantangan karena bisa merusak Jogja.
Demikianlah cara Mbah Maridjan, tokoh spiritual yang mencoba berkontribusi untuk menjaga alam Gunung Merapi dari eksploitasi manusia yang setia mengabdi sampai akhir hayatnya di bawah guguran lava Merapi. “Merapi kuwi sumber banyu lan pangan” (Merapi itu sumber air dan sumber penghidupan), begitu kata mbah Maridjan kepada seorang wartawan yang mewawancarainya.
Di sisi lain Merapi pun bisa menjadi sumber bencana yg pernah menewaskan 353 termasuk Mbah Maridjan dan mengungsikan 320.090 jiwa ditahun 2010 dalam 100 tahun terakhir erupsinya. Bahkan menurut ilmu geologi, Gunung Merapi juga punya potensi bisa menjadi sumber kepunahan semua species dalam lingkup jangkauannya jika belajar dari letusan-letusan dahsyat dari gunung-gunung berapi lainnya di dunia yang pernah terjadi.
Sosok paramiliter yang ditampilkan di film Monisme adalah merepresentasikan semua otoritas yang menguasai Gunung Merapi dan selalu berbenturan dengan semua sisi dari tiga sudut pandang yang merepresentasikan hubungan manusia dengan alam tersebut. Cerita di Monisme adalah mempertontonkan narasi yang membebaskan penonton untuk mencerna dan menyikapinya sendiri.
Sisi menariknya dari film Monisme yaitu adanya pelibatan atau partisipasi masyarakat di sekitar Gunung Merapi untuk ikut serta dalam proses pembuatan filmnya. Bahkan skenarionya dan bentuk penulisannya dibuat bersama oleh masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Merapi. Terobosan mewadahi pendapat masyarakat dalam pembuatan film ini adalah sangat menarik dan menggembirakan. Data foto-foto dan CCTV juga digunakan dari lokasi Gunung Merapi.
Di acara JAFF18 orang-orang atau masyarakat yang terlibat dalam pembuatan film Monisme yang tinggal di kaki Gunung Merapi juga diundang untuk merayakan kemenangan Golden Hanoman sebagai kemenangan bersama. Karena itulah film Monisme menurut penulis adalah bukan film biasa.
Apresiasi juri yg mengatakan bahwa Monisme adalah film yg menjanjikan dan dapat menyuarakan gagasan sinematik yang sangat menarik di ranah sinema kontemporer, mestinya menjadikan penyemangat dan pemantik kreativitas bagi para sineas Indonesia. Perlunya mengembangkan karya-karyanya dan melakukan terobosan- terobosan melalui karya film dalam memperkuat ekosistem perfilman Indonesia. Mengingat film bisa digunakan sebagai media perjuangan di bidang kebudayaan dalam memperkenalkan budaya indonesia di dunia.
Pendukung film Monisme Sutradara: Riar Rizaldi Kru & Pemain Perusahaan Produksi: New Pessimism Studio Producer: B.M Anggana Main Cast: Rendra Bagus Pamungkas, Kidung Paramadita, Whani Darmawan, Puthut Juritno, Yulianto, Suparno Naskah Skenario: Orang-orang yang hidup di di bawah kaki Gunung Merapi Sinematografer: Aditya Krisnawan Editor: Riar Rizaldi Pencapaian Penting : Bakat Asia Baru- Sutradara Terbaik|Shanghai Festival Film Kontak: rizaldiriar@gmail.com Lama tayang 115 menit|2023|Indonesia, Qatar|Eksperimental|Indonesia, Jawa| Inggris Terjemahan|21+ Negara produksi: Indonesia, Qatar Diputar di Jaff18 tgl 1 Desember 2023, bioskop Empire,dan gedung ex Bioskop Permata, 6 Desember 2023, Referensi: Athallah,Tuffahati. 6 Desember 2023. Seluruh yang Utuh dalam Rekam Nafas Merapi. Diakses 12 Februari 2024 dari https://ffd.or.id>Berita Bonivasios,Dwi, Tirza Kanya, Vanis. Monisme(2023):Riuh Kisah Magis Yang Tak Gaduh. 2023. FFD|Monisme. Diakses 10 Feb 2024 dari https://ffd.or.id > Film Guruji,DS Contributor Team. 2024. What is the Difference Between Documentary and Feature Film. Diakses pada 13 Januari 2024 dari disguruji.com Jendela Ilmu.Darimana Asalnya Otak Spiritual bersama Ryu Hasan dan Abu Marlo.You Tube Video, 1:16:00. 7 Mei 2021. Dari www.youtube.com Kisah Mbah Maridjan dan 4 Kata Pantangan. 2006.Diakses 9 Februari 2024 dari https://news.detik.com>berita KPG Book Publisher. Kenali Ragam Akalbudi bersama Ryu Hasan dan Nirwan Ahmad Arsuka|Buka Buku KPG.You Tube Video, 1:59:35. 22 Oktober 2020. Dari www.youtube.com Kuliah Umum. Dr. Karlina Supeli: Kuliah Umum Filsafat dari Masyarakat Takhayul, Hingga Matinya Kepakaran. You Tube Video, 1:06:09. 6 Agustus 2021. Dari www.youtube.com Kumparan.2023. Film Monisme Karya Riar Rizaldi Tayang di SGIFF 2023. Diakses 12 Februari 2024 dari https://m.kumparan.com>kumparanhits Monisme-18th JAFF|Jogja Netpac Asian Film Festival 2023. Diakses 12 Februari 2024 dari https://jaff.filmfest.org>monisme Sugianto. 2022.Alasan Mbah Marijan Tidak Mengungsi Saat Gunung Merapi Meletus, Begini Kisahnya. Diakses 10 Februari 2024 dari https://bondowoso.jatimnetwork.com Trisnanti, Septi Dian. 04/12/ 2023. Monisme Film Terbaik Jogja-Netpac Asian Film Festival 2023. Diakses pada 10 Januari 2024 dari https://infoscreening.co>monisme Yam, Morris.2023.Film- Monisme- Riar Rizaldi{FIDMARSEILLE’23 Review. Diakses pada 9 Februari 2024 dari https://Inreviewonline.com>monisme